Selasa, 28 Februari 2017
Asal Usul Raden “SAPUTRO (Syekh AHMAD SUWITO)” : Cikal Bakal Desa Kedungwaru Kidul
Raden Saputro adalah satria mataram islam keturunan dari Raden Haryo Tirti Joyo Negoro (Satmoto Suryojo Alam) dengan Raden Ajeng Lanjer Widoro. Raden Saputro mempunyai dua saudara yaitu Raden Wiro Semanggi dan Raden Handoko, Raden Saputra merupakan anak kedua anak, yang pertama yaitu Raden Wiro Semanggi dan yang terakhir yaitu Raden Handoko.
Awal mula Raden Saputro menuntut ilmu dimulai dari kesultanan mataram islam kemudian dilanjutkan menuju ke Jepara dengan tujuan untuk memperdalam ilmu agama islam. Di Jepara Raden Saputro menimba ilmu agama (mondok) tepatnya di pulau Karimun Jawa, disana beliau diasuh oleh Raden Mangku Rekso. Di pesantren Raden, Mangku Rekso juga sering dipanggil dengan nama Kyai Khambali, Ramikasan atau Sunan Nyampung di pulau Karimun Jawa.
Setelah selesai menuntut ilmu, Raden Saputro mohon ijin dan do’a restu kepada eyang Sunan Nyamplung untuk melanjutkan perjalanan lagi menuju Demak Bintoro. Karena beliau merasa ilmu agama yang diperolehnya sudah cukup, dalam perjalanan menuju Demak Bintoro Raden Saputro (Syekh Ahmad Suwito) melewati Kali Lusi Serang, dalam perjalanan itu beliau mendarat dan sejenak beristirahat di pinggir kali Lusi Serang. Dalam peristirahatannya di pinggir Kali Lusi Serang, beliau memperoleh ketenangan dan kedamaian pikiran sehingga akhirnya beliau mengurungkan niat untuk menuju Demak Bintoro dan singgah dilokasi sekitar kali Lusi Serang.
Pada awal mulanya pinggiran kali Lusi Serang masih berupa hutan belantara yang belum pernah dijamah oleh manusia, dan akhirnya Raden Saputro (Syekh Ahmad Suwito) memutuskan untuk babat alas di tempat tersebut dengan bantuan dari prajurit (masyarakat) mataram islam dalam istilah jawa “disengkuyung sentono dalem”. Dalam proses babat alas Raden Saputro juga diibantu kedua saudaranya yakni Raden Wiro Semanggi dan Raden Handoko. Setelah di babat yang awalnya hutan belantara sekarang sedikit demi sedikit sudah menjadi ladang dan sawah. Akhirnya pinggiran kali Lusi Serang ditempati warga Mataram Islam “sentono dalem” sampai anak cucu. Akhirnya pinggiran kali Lusi Serang di tetapkan oleh Raden Suwito (Syekh Ahmad Suwito) menjadi sebuah desa yang bernama “KEDUNG WARU KIDUL”.
Raden Saputro (Syekh Ahmad Suwito) wafat pada hari Jum’at legi tgl 12 suro tahun 1747.
Makna arti nama desa “KEDUNG WARU KIDUL”
- Makna kedung : Jero Segoro Jembar
- Makna Waru : Wewara (Pengerti sing diluru)
- Makna Kidul : Keimanan luhur wekasan
Lambang Kejayaan Desa merupakan pohon (wit) waru
- pohon (wit) waru merupakan pekarangan, kenapa pohon waru karena pohon waru adalah sebagai pelindung dari terik matahari dan sebagai pembatas tanah antara warga satu dengan warga lainnya.
- Daun pohon waru yang berbentuk lambang cinta dapat diartikan lembah manah murah hati yang dimaksudkan yakni tidak membedakan warga satu dengan yang lain meskipun berbeda dari segi apapun.
- Bunga pohon waru ber sap-sap dengan warna kuning melambangkan langkah demi langkah perjalanan hidup untuk menggapai cita-cita terwujudnya kedamaian.
Ada desa pasti ada pencipta ada sejarah pasti ada asal-usul.
Kronologi perjuangan untuk menemukan makam
Raden Saputro (Syekh Ahmad Suwito)
Mbah Sarpin bintin Wasirun Sipin, beliau sejak berumur 17 tahun bersaksi sudah diberi amanat untuk merawat makam eyang Raden Saputro (Syekh Ahmad Suwito) yang berada di pinggir Sungai Lusi Serang. Ketika mbah Sarpin masih muda belum menjalankan amanat dikarenakan belum mendapatkan jalan keluar dari masalah percaya dan ketidakpercayaan warga. Lambat laun mbah Sarpin diketemukan dengan dua ulama yakni Bapak Martoyo dan Bapak Kasmudi, kedua ulama berasal dari Serang Banten, pada mulanya mereka pergi untuk menuju ketempat Bapak Kyai Yubaedi yang berada di Desa Nggulangan Kudus.
Pada mulanya kedua ulama tersebut berniat untuk menimba ilmu agama dan untuk mencari ketenangan pikiran, dari situlah mereka diberi saran Kyai Yubaedi untuk minta do’a restu ketempat cikal bakal Desa Kedungwaru Kidul. Kedua ulama tersebut kesulitan untuk menemukan makam ciakl bakal Desa Kedungwaru Kidul. Soalnya belum banyak orang yang tahu keberadaan makam tersebut kemudian mereka berfikir sembari berdo’a minta petunjuk kepada allah swt.
Setelah itu mereka mengingat jika kedua ulama tersebut mempunyai teman lama yang bertempat tinggal di Desa Kedungwaru Kidul. Mbh. Sarpin beliaulah teman kedua ulama itu setelah mereka ingat mereka bergegas untuk mencari tahu diamakah rumah mbh.Sarpin dan mencari tahu tentang keberadaan makam cikal bakal Desa Kedungwaru Kidul, dan mereka juga ingin tahu bagaimanakah sejarah makam cikal bakal dan diamanah letak pastinya makam itu.
Mbah. Sarpin mulai mejelaskan sejarah makam cikal bakal Desa mbh.Sarpin juga menemui beberapa kesulitan, kemudian kedua ulama tersebut diantar ke pinggir Sungai Lusi Serang tepatnya di sebelah Desa di dekat tanggul dekat kali Lusi Serang, pucuk Desa ditengah Desa Kedungwaru Lor yang disebut dukuh Mbungkilan.
Setelah dimusyawarahkan diperoleh jalan keluar dan kita harus mengingat perjuangan pahlawan sebab beliaulah yang menjadi cikal bakal sehingga terjadialah desa kedung waru kidul, semoga perjuangan beliau dapat dikenang oleh anak cucu dan dapat dilanjutkan perjuangannya.
Perjuangannya diawali dari tahun 2003 lima tahun kemudaian baru diakui dan diterima oleh masyarakat tentang keberadaan makam cikal bakal Desa (Raden saputro / Syekh Ahmad Suwito), tepatnya pada tahun 2008. Setelah itu mbh.Sarpin dengan kedua teman ulamanya bermusyawarah dan mencoba mencari jalan keluar dan meminta pertimbangan dari tokoh masyarakat vdan para ulama di Desa Kedungwaru Kidul.
Mbah. Sarpin terus menjalankan tugasnya untuk meminta persetujuan warga dengan cara masuk dari rumah ke rumah warga untuk meminta do’a restu kepada masyarakat Desa Kedungwaru Kidul. Selanjutnya mbah.Sarpin meminta saran kepada Kyai Yubaedi di desa Nggulang Kudus bersama dengan ulama dan tokoh masyarakat desa. Setelah dari tematnya Kyai Yubaedi diperoleh saran untuk perjuangan yang selanjutnya. Untuk melanjutkan itu deperlukan pemikiran yang jernih serta keikhlasan hati. Menurut mbah. Sarpin kita harus ingat mengenai 4 unsur dalam menjalankan tugas mulia.
- Sepi ing Pamrih
- Rame ing gawe
- Urip Bebarengan
- Ayo bebrayan
Berkat izin allah semua perjalananya dimudahkan, setelah dari kyai yubaedi mbh.sarpin bersama tokoh-tokoh masyarakat desa mereka memohon pertimbanagan kemudian sampailah ketempat Abah Habib lufi di pondok pesantren kota pekalongan. Setelah itu Habib Lufi membenarkan tentang keberadaan makam tersebut dan beliau meminta untuk melestarikan dan mengingatkan semoga sejarah Desa Kedungwaru Kidul bisa dikenang oleh anak cucu dan diteruskan perjuanganya.
Makam Raden Saputro (Syekh Ahmad Suwito) yang berada didesa Kedungwaru Kidul tepatnya di dukuh Mbungkilan. Perjuangan yang berat untuk mendapatkan persetujan dan kepercayaan dari masyarakat tetang keberadaan makam cikal bakal desa yang akhirnya diresmikan pada tahun 2008.
sejarah demak
Sejarah Kabupaten Demak
Demak adalah kesultanan atau kerajaan islam pertama di pulau jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari Walisanga, yang terdiri atas sembila orang ulama besar, pendakwah islam paling awal di pulau jawa.
Atas bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, Raden patah sebagai adipati Islam di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, Majapahit memang tengah berada dalam kondisi yang sangat lemah. Dengan proklamasi itu, Radeh Patah menyatakan kemandirian Demak dan mengambil gelar Sultan Syah Alam Akbar.
Pada awal abad ke 14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming di China mengirimkan seorang putri kepada raja Brawijaya V di Majapahit, sebagai tanda persahabatan kedua negara. Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapat tempat istimewa di hati raja. Raja brawijaya sangat tunduk kepada semua kemauan sang putri jelita, hingga membawa banyak pertentangan dalam istana majapahit. Pasalnya sang putri telah berakidah tauhid. Saat itu, Brawijaya sudah memiliki permaisuri yang berasal dari Champa (sekarang bernama kamboja), masih kerabat Raja Champa.
Sang permaisuri memiliki ketidak cocokan dengan putri pemberian Kaisar yan Lu. Akhirnya dengan berat hati raja menyingkirkan putri cantik ini dari istana. Dalam keadaan mengandung, sang putri dihibahkan kepada adipati Pelembang, Arya Damar. Nah di sanalah Raden Patah dilahirkan dari rahim sang putri cina.
Nama kecil raden patah adalah pangeran Jimbun. Pada masa mudanya raden patah memperoleh pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan dan politik. 20 tahun lamanya ia hidup di istana Adipati Palembang. Sesudah dewasa ia kembali ke majapahit.
Raden Patah memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia belasan tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Mereka mendarat di pelabuhan Tuban pada tahun 1419 M.
Patah sempat tinggal beberapa lama di ampel Denta, bersama para saudagar muslim ketika itu. Di sana pula ia mendapat dukungan dari utusan Kaisar Cina, yaitu laksamana Cheng Ho yang juga dikenal sebagai Dampo Awang atau Sam Poo Tai-jin, seorang panglima muslim.
Raden patah mendalami agama islam bersama pemuda-pemuda lainnya, seperti raden Paku (Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah dianggap lulus, raden patah dipercaya menjadi ulama dan membuat permukiman di Bintara. Ia diiringi oleh Sultan Palembang, Arya Dilah 200 tentaranya. Raden patah memusatkan kegiatannya di Bintara, karena daerah tersebut direncanakan oleh Walisanga sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.
Di Bintara, Patah juga mendirikan pondok pesantren. Penyiaran agama dilaksanakan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Perlahan-lahan, daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan perniagaan. Raden patah memerintah Demak hingga tahun 1518, dan Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa sejak pemerintahannya.
Secara beruturut-turut, hanya tiga sultan Demak yang namanya cukup terkenal, Yakni Raden Patah sebagai raja pertama, Adipati Muhammad Yunus atau Pati Unus sebagai raja kedua, dan Sultan Trenggana, saudara Pati Unus, sebagai raja ketiga (1524 - 1546).
Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa).
Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia melanklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Patah juga mengadakan perlawan terhada portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin mengganggu demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun 1518.
Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya, Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
Di antara ketiga raja demak Bintara, Sultan Trenggana lah yang berhasil menghantarkan Kusultanan Demak ke masa jayanya. Pada masa trenggan, daerah kekuasaan demak bintara meliputi seluruh jawa serta sebagian besar pulau-pulau lainnya. Aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Trenggana berhasil memperkuat dan memperluas kekuasaan demak. Di tahun 1527, tentara demak menguasai tuban, setahun kemudian menduduki Wonosari (purwodadi, jateng), dan tahun 1529 menguasai Gagelang (madiun sekarang). Daerah taklukan selanjutnya adalah medangkungan (Blora, 1530), Surabaya (1531), Lamongan (1542), wilayah Gunung Penanggungan (1545), serta blambangan, kerajaan hindu terakhir di ujung timur pulau jawa (1546).
Di sebelah barat pulau jawa, kekuatan militer Demak juga merajalela. Pada tahun 1527, Demak merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran (kerajaan Hindu di Jawa Barat), serta menghalau tentara tentara portugis yang akan mendarat di sana. Kemudian, bekerja sama dengan saudagar islam di Banten, Demak bahkan berhasil meruntuhkan Pajajaran. Dengan jatuhnya Pajajaran, demak dapat mengendalikan Selat Sunda. Melangkah lebih jauh, lampung sebagai sumber lada di seberang selat tersebut juga dikuasai dan diislamkan. Perlu diketahui, panglima perang andalan Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana.
Di timur laut, pengaruh demak juga sampai ke Kesultanan banjar di kalimantan. Calon pengganti Raja Banjar pernah meminta agar sultan Demak mengirimkan tentara, guna menengahi masalah pergantian raja banjar. Calon pewaris mahkota yang didukung oleh rakyat jawa pun masuk islam, dan oleh seorang ulama dari Arab, sang pewaris tahta diberi nama Islam. Selama masa kesultanan Demk, setiap tahun raja Banjar mengirimkan upeti kepada Sultan Demak. Tradisi ini berhenti ketika kekuasaan beralih kepada Raja Pajang.
Di masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari Sunan gunung jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar Islam seperti itu sebelumnya telah diberikan kepada raden patah, yaitu setelah ia berhasil mengalahkan Majapahit.
Trenggana sangat gigih memerangi portugis. Seiring perlawanan Demak terhadap bangsa portugis yang dianggap kafir. Demak sebagai kerajaan islam terkuat pada masanya meneguhkan diri sebagai pusat penyebaran Islam pada abad ke 16.
Sultan Trenggan meninggal pada tahn 1546, dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuran. Ia kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Setelah sultan trenggana mengantar Demak ke masa jaya, keturunan sultan tersebut silih berganti berkuasa hingga munculnya kesultanan pajang.
Masjid agung Demak sebagai lambang kekuasaan bercorak Islam adalah sisi tak terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara. Kegiatan walisanga yang berpusat di Masjid itu. Di sanalah tempat kesembilan wali bertukar pikiran tentang soal-soal keagamaan.
Masjid demak didirikan oleh Walisanga secara bersama-sama. Babad demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai oleh candrasengkala Lawang Trus Gunaning Janma, sedangkan pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri pada tahun 1479.
Pada awalnya, majid agung Demak menjadi pusat kegiatan kerajaan islam pertama di jawa. Bagunan ini juga dijadikan markas para wali untuk mengadakan Sekaten. Pada upacara sekaten, dibunyikanlah gamelan dan rebana di depan serambi masjid, sehingga masyarakat berduyun-duyun mengerumuni dan memenuhi depan gapura. Lalu para wali mengadakan semacam pengajian akbar, hingga rakyat pun secara sukarela dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat.
Cepatnya kota demak berkembang menjadi pusat perniagaan dan lalu lintas serta pusat kegiatan pengislaman tidak lepas dari andil masjid Agung Demak. Dari sinilah para wali dan raja dari Kesultanan Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang dibarengi oleh kegiatan dakwah islam ke seluruh Jawa.
Ada beberapa pendapat mengenai asal nama kota Demak, diantaranya :
Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama” yang artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu kenyataan bahwa daerah Demak memang banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan tanah payau sehingga banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung. Catatan : kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti rawa.
Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”, yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada putranya R. Patah atas bumi bekas hutan Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.
Berasal dari bahasa Arab “dummu” yang berarti air mata. Hal ini diibaratkan sebagai kesusahpayahan para muslim dan mubaligh dalam menyiarkan dan mengembangkan agama islam saat itu. Sehingga para mubaligh dan juru dakwah harus banyak prihatin, tekun dan selalu menangis (munajat) kepada Allah SWT memohon pertolongan dan perlindungan serta kekuatan.
sumber:
www.demakkab.go.id
wikipedia
Langganan:
Postingan (Atom)